Semuanya berawal dari seorang tokoh bernama Kyai Jaluwesi yang
berkonflik dengan raksasa bernama Bendhogrowong. Keduanya terlibat adu
kesaktian, dengan keunggulan pada Kyai Jaluwesi. Raksasa itu kemudian
mengeluarkan aji-ajinya karena merasa terdesak. Sayangnya aji-aji
tersebut meleset dan mengenai seekor anjing peliharaan Widodo dan
Widadi, anak kembar Kyai Jaluwesi. Anjing yang bernama Sona Langking itu
cedera parah dan berlari tak karuan menuju sebuah sumber air yang ada
di balik semak-semak. Kyai Jaluwesi yang mengikuti arah lari Sona
Langking kaget ketika mendapat anjingnya telah pulih dari cedera parah
akibat aji-aji sang raksasa.
Melihat hal itu, Kyai Jaluwesi kemudian menamai sumber air itu sebagai
Mbelik Panguripan, karena mampu menyembuhkan luka parah yang diderita
anjingnya. Beberapa lama setelah peristiwa itu, muncul sepasang pria dan
wanita bernama Kyai dan Nyai Sejati yang ingin menguasai tanah di
sekitar Gunung Bang. Mereka meminta kepada Kyai Jaluwesi untuk pindah
dari tempat itu, dan Kyai Jaluwesi menyanggupinya. Meski begitu Kyai
Jaluwesi menginginkan sebuah syarat, yaitu setelah kepindahannya
masyarakat Gunung Bang harus mengadakan acara bersih lepen (sungai),
penari ledhek (tayub), pada hari Senin Paing setiap tahun sekali.
Kemudian Kyai Jaluwesi pindah ke daerah Gua Pindul, hingga moksa dan
diyakini menjadi penunggu di Gua Pindul dan Mbelik Panguripan.
Tentu saja legenda tidak bisa dipercaya keakuratannya seratus persen,
tetapi pembaca yang baik seharusnya mampu menangkap apa yang ada di
balik tiap legenda, bukan malah menganggapnya mistis, ataupun tidak
masuk akal. Gua Pindul yang saat ini sedang menjadi primadona wisata
susur gua atau cave adventure memang menarik dan menawarkan sensasi yang
berbeda dengan wisata-wisata yang sudah umum di Yogyakarta. Tempat ini
akan sangat sesuai untuk mengisi waktu liburan ataupun akhir pekan.
0 comments:
Post a Comment